Bencana banjir sudah tidak asing
lagi didengar oleh masyarakat di wilayah Indonesia. Banjir adalah anjir adalah
tergenangnya daratan akibat luapan air sungai, yang disebabkan oleh curah hujan
yang tinggi atau akibat banjir kiriman dari daerah lain yang berada di tempat
lebih tinggi (Mulyanto, 2008). Bencana banjir yang sering melanda
derah-daerah di Indonesia dapat disebabkan oleh faktor curah hujan tinggi,
ketidakpedulian manusia itu sendiri dan kebijakan pembangunan yang kurang
memperhatikan daya dukung lingkungan.
Faktor yang pertama adalah curah
hujan yang tinggi. Hal ini tentunya sangatlah logis dan bisa diterima oleh akal
apabila dijadikan salah satu faktor penyebab terjadinya banjir. Jika
disesuaikan dengan prakiraan cuaca dari BMKG, maka curah hujan yang tinggi akan
berada pada bulan Januari-Februari. Hal ini menyebabkan volume air hujan yang
meningkat, sementara itu daerah resapan yang ada tidak cukup menampung
banyaknya air hujan sehingga terjadi banjir. Terjadinya banjir merupakan hal
yang paling sering dari semua bencana alam.(Jha, Bloch, & Lamond, 2011)
Faktor kedua yaitu disebabkan oleh
ketidakpedulian manusia. Ketidakpedulian manusia disini adalah ulah manusia
yang seenaknya sendiri terhadap lingkungan di sekitarnya seperti contoh : membangun
area pemukiman dan rumah di bantaran kali, membuang sampah sembarangan, dan
tidak membuat ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut adalah tindakan yang dapat
mendatangkan bencana banjir. Banjir pada dasarnya adalah bencana yang tanpa
sengaja kita ciptakan sendiri karena ketidakpedulian kita terhadap ekosistem
dan lingkungan (Anonym, 2014). Dengan adanya pemukiman dan
bangunan yang ada di bantaran kali, terntunya akan mempersempit lebar sungai
dan membuat pendangkalan dan sedimentasi pada sungai tersebut menjadi semakin
cepat. Hal ini mengakibatkan daya tampung sungai menjadi sangat terbatas dan
air yang tidak kenal kompromi mengalir dan menggenangi pemukiman. Selain hail
tersebut, sampah juga menjadi penyebab utama banjir. Jumlah sampah yang terlalu
banyak menyumbat saluran, drainase, dan pintu-pintu air membuat aliran air ke
laut tersendat sehingga menyebabkan air meluap. Ditambah lagi kurangnya ruang
terbuka hijau yang membuat air tidak dapat meresap ke tanah. Itulah bentuk dari
ketidakpedulian masyarakat yang dapat menjadikan bencana banjir yang semakin
parah.
Faktor terakhir adalah kebijakan
pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Motivasi ekonomi
selalu menjadi pendorong pembangunan. Dengan adanya pembangunan yang
terus-menerus mengakibatkan area terbuka semakin sempit. Ditambah lagi dengan
maraknya pembangunan mal-mal yang sepertinya tak dapat dibendung seperti contoh
di wilayah Ibu kota. Pembangunan yang mengesampingkan daya dukung lingkungan
semacam ini mengakibatkan bencana banjir semakin sering dirasakan warga. Sejak
beberapa tahun terakhir ini, setidaknya 25% wilayah Jakarta selalu digenangi
banjir pada periode Januari-Februari (Anonym, 2014). Hal ini membuktikan bahwa
pembangunan yang didorong oleh motif ekonomi semata sering menimbulkan bencana.
Pada dasarnya, bencana banjir datang
karena akibat ulah masyarakat itu
sendiri. Apabila masyarakat tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak
lingkungan seperti contoh : membuang sampah sembarangan, membangun bangunan di
bantaran sungai, dll maka bencana banjir juga tidak akan terjadi secara
terus-menerus. Untuk mengurangi resiko adanya bencana banjir maka harus dimulai
dari masyarakat sendiri untuk senantiasa memperhatikan lingkungan sekitarnya.
Anonym. (2014). Banjir Jakarta. Retrieved May 04,
2015, from http://www.menulisesai.com/2014/01/banjir-jakarta.html#sthash.zDrwFKYb.dpuf
Jha, A. K., Bloch, R., & Lamond, J. (2011). Kota dan Banjir
(1st ed., p. 17). Bangkok, Thailand: The World Bank.
Mulyanto, A. (2008). PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE
EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus : Kec . Semarang Barat , Kota Semarang)
(p. 5). Semarang.
Info menarik
BalasHapusKunjungi ittelkom-sby.ac.id