Rabu, 10 Juni 2015

Bencana Banjir



Bencana banjir sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat di wilayah Indonesia. Banjir adalah anjir adalah tergenangnya daratan akibat luapan air sungai, yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi atau akibat banjir kiriman dari daerah lain yang berada di tempat lebih tinggi (Mulyanto, 2008). Bencana banjir yang sering melanda derah-daerah di Indonesia dapat disebabkan oleh faktor curah hujan tinggi, ketidakpedulian manusia itu sendiri dan kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan.
Faktor yang pertama adalah curah hujan yang tinggi. Hal ini tentunya sangatlah logis dan bisa diterima oleh akal apabila dijadikan salah satu faktor penyebab terjadinya banjir. Jika disesuaikan dengan prakiraan cuaca dari BMKG, maka curah hujan yang tinggi akan berada pada bulan Januari-Februari. Hal ini menyebabkan volume air hujan yang meningkat, sementara itu daerah resapan yang ada tidak cukup menampung banyaknya air hujan sehingga terjadi banjir. Terjadinya banjir merupakan hal yang paling sering dari semua bencana alam.(Jha, Bloch, & Lamond, 2011)
Faktor kedua yaitu disebabkan oleh ketidakpedulian manusia. Ketidakpedulian manusia disini adalah ulah manusia yang seenaknya sendiri terhadap lingkungan di sekitarnya seperti contoh : membangun area pemukiman dan rumah di bantaran kali, membuang sampah sembarangan, dan tidak membuat ruang terbuka hijau. Hal-hal tersebut adalah tindakan yang dapat mendatangkan bencana banjir. Banjir pada dasarnya adalah bencana yang tanpa sengaja kita ciptakan sendiri karena ketidakpedulian kita terhadap ekosistem dan lingkungan (Anonym, 2014). Dengan adanya pemukiman dan bangunan yang ada di bantaran kali, terntunya akan mempersempit lebar sungai dan membuat pendangkalan dan sedimentasi pada sungai tersebut menjadi semakin cepat. Hal ini mengakibatkan daya tampung sungai menjadi sangat terbatas dan air yang tidak kenal kompromi mengalir dan menggenangi pemukiman. Selain hail tersebut, sampah juga menjadi penyebab utama banjir. Jumlah sampah yang terlalu banyak menyumbat saluran, drainase, dan pintu-pintu air membuat aliran air ke laut tersendat sehingga menyebabkan air meluap. Ditambah lagi kurangnya ruang terbuka hijau yang membuat air tidak dapat meresap ke tanah. Itulah bentuk dari ketidakpedulian masyarakat yang dapat menjadikan bencana banjir yang semakin parah.
Faktor terakhir adalah kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Motivasi ekonomi selalu menjadi pendorong pembangunan. Dengan adanya pembangunan yang terus-menerus mengakibatkan area terbuka semakin sempit. Ditambah lagi dengan maraknya pembangunan mal-mal yang sepertinya tak dapat dibendung seperti contoh di wilayah Ibu kota. Pembangunan yang mengesampingkan daya dukung lingkungan semacam ini mengakibatkan bencana banjir semakin sering dirasakan warga. Sejak beberapa tahun terakhir ini, setidaknya 25% wilayah Jakarta selalu digenangi banjir pada periode Januari-Februari (Anonym, 2014). Hal ini membuktikan bahwa pembangunan yang didorong oleh motif ekonomi semata sering menimbulkan bencana.
Pada dasarnya, bencana banjir datang karena akibat ulah masyarakat  itu sendiri. Apabila masyarakat tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak lingkungan seperti contoh : membuang sampah sembarangan, membangun bangunan di bantaran sungai, dll maka bencana banjir juga tidak akan terjadi secara terus-menerus. Untuk mengurangi resiko adanya bencana banjir maka harus dimulai dari masyarakat sendiri untuk senantiasa memperhatikan lingkungan sekitarnya.

Anonym. (2014). Banjir Jakarta. Retrieved May 04, 2015, from http://www.menulisesai.com/2014/01/banjir-jakarta.html#sthash.zDrwFKYb.dpuf
Jha, A. K., Bloch, R., & Lamond, J. (2011). Kota dan Banjir (1st ed., p. 17). Bangkok, Thailand: The World Bank.
Mulyanto, A. (2008). PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus : Kec . Semarang Barat , Kota Semarang) (p. 5). Semarang.

DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP LINGKUNGAN SERTA PENANGANAN PASCA ERUPSI



DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP LINGKUNGAN
SERTA PENANGANAN PASCA ERUPSI
(TEMA :  BENCANA)

Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Teknik Komunikasi (TKP 260)
Dosen Pengampu : Ir. Nurini, M.T.

 


Disusun Oleh :
Intan Hapsari Surya Putri
21040114130080
Kelas B / 2014


JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 2
A.    Latar Belakang ......................................................................................... 2
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 3
C.     Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 4
A.    Dampak Erupsi Gunung Merapi................................................................ 4
B.     Penanganan Pasca Erupsi Gunung Merapi................................................ 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 8
A.    Kesimpulan ............................................................................................... 8
B.     Saran.......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Indonesia adalah salah satu negara yang berada pada jalur Ring of Fire, yaitu daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik (Wikipedia, 2012) sehingga Indonesia memiliki banyak gunung api yang tersebar sepanjang pulau Sumatera sampai Sulawesi. Posisi Indonesia yang berada pada Lingkaran Cincin Api Pasifik ini menyebabkan Indonesia sering mengalami peristiwa gempa bumi dan gunung meletus (erupsi).
            Selama kurun waktu tahun 1970-2010 tercatat telah terjadi 5 peristiwa gunung meletus yang tergolong besar, antara lain letusan Gunung Merapi tahun 2010, letusan Gunung Kelut tahun 1990, letusan Gunung Colo tahun 1983, letusan Gunung Galunggung tahun 1982, dan letusan Gunung Merapi pada tahun 1972. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui Gunung Merapi telah mengalami dua kali erupsi besar selama kurun waktu 40 tahun terakhir. Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi.  Pada tahun 2010 Gunung Merapi telah mengalami dua kali erupsi yaitu pada tanggal 26 Oktober 2010 dan 5 November 2010. Akibat erupsi tersebut, Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi mengalami kerusakan parah, tercatat dampak bencana erupsi Gunung Merapi tersebut telah menimbulkan total kerusakan dan kerugian sebesar Rp 3,557 triliun.
Bencana alam dapat memberikan dampak dalam penurunan ekonomi lokal serta hilangnya mata pencaharian masyarakat. Aset natural, finansial, fisik, manusia, dan sosial dapat terdampak sehingga pasar menjadi kacau dan efek dari semua itu adalah terganggunya kondisi sosial serta ekonomi wilayah yang mengalami bencana (FAO & ILO, 2009). Erupsi Gunung Merapi ini tentunya dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar dan lingkungan. Pasca peristiwa terjadinya bahaya yang memicu bencana, terdapat kelompok masyarakat yang selamat dan bertahan hidup. Namun, mereka harus merasakan dampak tidak hanya pada segi fisik, tetapi mereka juga dapat menghadapi adanya potensi dampak sosial, seperti stagnasi pertumbuhan ekonomi, melemahnya hubungan sosial, meningkatnya angka kemiskinan, hilangnya mata pencaharian dan lainnya (Wimbardana, Wijayanti, Pratama, & Sagala, 2014).
            Fokus dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dampak langsung maupun tidak langsung dari adanya peristiwa erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan disekitarnya beserta penanganan pasca erupsi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat ditentukan rumusan masalah yaitu :
1.      Bagaimana dampak erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar ?
2.      Bagaimana penanganan pascar erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar ?

C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui dampak erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar
2.      Untuk mengetahui penanganan pasca erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Dampak Erupsi Gunung Merapi
Gunungapi diklasifikasikan berdasarkan dua sumber erupsi yaitu erupsi pusat dan erupsi samping. Erupsi pusat adalah erupsi yang keluar melalui kawah utama dan erupsi samping, erupsi yang keluar dari lereng tubuhnya. Erupsi samping dapat dibedakan sebagai erupsi celah dan esrupsi eksentrik. Erupsi samping adalah erupsi yang muncul pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer. Erupsi eksentrik adalah erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan tersendiri (Phsycologymania, 2013).
Erupsi Gunung Merapi telah membawa dampak perubahan lahan yang sangat signifikan, terutama terkait dengan perubahan tata guna lahan dan juga membawa dampak terhadap lahan yang terkena erupsi. Akibat erupsi Gunung Merapi ratusan hektar lahan pertanian hancur dan ribuan ternak mati. Kerusakan pada bidang peternakan dan pertanian ini diiringi dengan menurunnya jumlah produksi komoditas unggulan, yakni susu, sehingga mengindikasikan bahwa banyak peternak kehilangan mata pencaharian. Sekitar 367 orang tewas, 400.000 orang dievakuasi, dan 2.300 unit rumah hancur. Material vulkanik juga menghancurkan infrastruktur, seperti sabo dam, jembatan, jalan, dan lainnya. Total kerusakan dan kerugian bencana erupsi Gunung Merapi diperkirakan sekitar Rp 3,5 triliun (Bappenas and BNPB, 2011).
Kerusakan sumberdaya lahan yang terjadi akibat letusan Gunung Merapi adalah erupsi abu dan pasir yang menutupi lahan pertanian dengan ketebalan abu dan pasir yang bervariasi untuk setiap lokasi tergantung jarak dari pusat letusan dan arah dan kecepatan angin. Dampak yang langsung terhadap lahan adalah penutupan lapisan olah bagian atas tanah oleh abu dan rusaknya tanaman yang tumbuh diatasnya.
Abu vulkanik yang baru keluar dari gunung berapi berdampak negatif bagi lingkungan. Abu vulkanik yang membentuk awan panas, baik karena temperaturnya maupun kandungannya, dapat berefek mematikan dan bersifat toksik, baik bagi yang menyebabkan rusaknya berbagai jenis infrastruktur dan utilitas, tidak hanya yang mengandung logam, seperti jembatan, perumahan dan permukiman, tetapi juga berbagai bangunan peninggalan sejarah seperti candi-candi yang banyak tersebar di wilayah Jateng-Jatim. Abu vulkanik juga dapat mengakibatkan terkontaminasinya air bersih, tersumbatnya saluran air, serta rusaknya fasilitas air bersih. Sumber air dan pasokan air terbuka lainnya, seperti sungai, danau, atau tangki air, pun sangat rentan terhadap hujan abu. Abu yang bersifat asam, yang bersenyawa dengan hujan dan menjadi hujan asam, dapat membakar jaringan tanaman. Konsentrasi dan ketebalan abu yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada beberapa tanaman. Demikian juga pasokan air untuk pertanian menjadi tercemar, sehingga risiko gagal panen menjadi semakin besar. Erupsi gunung biasanya diikuti dengan peningkatan kondensasi di atmosfer sehingga memicu terjadinya hujan dengan intensitas cukup tinggi. Hujan dengan intensitas tinggi bisa menggelontorkan material vulkanik yang  masih tersisa di puncak gunung dan berpotensi menimbulkan banjir ataupun longsor.
Adapun dampak tidak langsung dari adanya peristiwa  adalah masyarakat kehilangan mata pencaharian. Sebelum bencana, masyarakat peternak memiliki kandang ternak di setiap rumahnya, namun kehancuran rumah membuat masyarakat harus mengungsi. Di tempat pengungsian, kondisi kandang komunal yang disediakan oleh pemerintah sangat tidak mendukung. Luas kandang begitu sempit dan air sulit dicari untuk memelihara ternak. Belum lagi sumber pakan ternak juga sulit didapatkan akibat tidak adanya rumput yang tumbuh beberapa saat pascabencana. Dengan demikian ternak yang masih hidup dijual. Hal ini lah yang membuat peternak kehilangan mata pencaharian meski ternaknya tidak menjadi korban dalam erupsi Merapi 2010 (Wijayanti, 2010).  
Tidak hanya masyarakat yang kehilangan mata pencaharian, erupsi Gunung Merapi juga menyebabkan gangguan kesehatan. Beberapa komposisi kimia yang dihasilkan erupsi tersebut, seperti karbon dioksida (CO2), sulfur oksida (SO2), hidrogen dan helium (He), yang pada konsentrasi tertentu menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, bronchitis  radang saluran nafas), bronchopneumonia (radang jaringan paru), iritasi selaput lendir saluran pernafasan, iritasi kulit, serta mempengaruhi gigi dan tulang. Gangguan kesehatan ini bisa akibat paparan akut jangka pendek atau dalam beberapa hari dan jangka panjang dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh masyarakat setelah gunung mengeluarkan abu adalah iritasi selaput lendir dengan keluhan bersin, pilek dan beringus,  iritasi dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk dahak, mengi, sesak napas, dan iritasi pada jalur pernapasan. Gangguan ini akan lebih berat bila terkena pada orang atau anak yang sebelumnya mempunyai riwayat alergi saluran napas dan vulkanik yang terhirup dapat merangsang peradangan di paru-paru serta luka di saluran napas. Luka ini seperti codet di kulit yang akan menyebabkan luka permanen pada alveolus (paru-paru bawah) yang dalam jangka panjang bisa menyebabkan kanker. Kulit tubuh juga bisa terkena dampak abu berupa gatal-gatal, iritasi, dan infeksi, terutama ketika abu vulkanik tersebut bersifat asam. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh perubahan kualitas air yang sudah tercemar abu vulkanik. Gangguan kesehatan berupa infeksi pernapasan, gangguan penglihatan, dan diare menjadi penyakit yang paling banyak dikeluhkan oleh para pengungsi (Suryani, 2014).
Dampak tidak langsung lainnya dari erupsi Gunung Merapi adalah pada sektor transportasi. Jarak pandang berkurang akibat abu vulkanik dan berpotensi menyebabkan kecelakaan, baik pada transportasi udara, darat, maupun laut. manusia, tumbuhan, dan hewan. Komposisi kimia dari abu vulkanik yang bersifat asam dapat mencemari air tanah, merusak tumbuh-tumbuhan, dan apabila bersenyawa dengan air hujan dapat menyebabkan hujan asam yang bersifat korosif.
Disamping dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya erupsi Gunung Merapi, juga ada dampak positif  yaitu  pasir dan abu vulkanik yang mengadung silika dan besi merupakan pasir kualitas terbaik dapat dijadikan campuran bahan bangunan berupa bahan beton dan bata ringan. Demikian juga kandungan kimia dari abu vulkanik juga berguna untuk memperkaya unsur hara tanah sehingga dapat dijadikan pupuk. Manfaat lainnya adalah sebagai penjernih air. Pola silika pada abu vulkanik yang berujung runcing membuat kemampuan pasir menyerap partikel yang tidak diinginkan jauh lebih baik ketimbang pasir biasa.

B.     Penanganan Pasca Erupsi Gunung Merapi
Mengingat erupsi Gunung Merapi yang menimbulkan dampak yang cukup signifikan bagi lingkungan sekitar, maka perlu dilakukan penangangan pasca erupsi (Rahayu et al., 2014).  Hal ini dilakukan dengan tujuan meminimalisir adanya kerusakan lanjut akibat adanya erupsi Gunung Merapi, antara lain dapat dilakukan dengan cara :
a.       Melakukan evakuasi terhadap masyarakat yang terkena erupsi Gunung Merapi
b.      Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan
c.       Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana
d.      Memberikan saran penanggulangan bencana
e.       Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang
f.       Memperbaiki fasilitas yang rusak
g.      Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun
h.      Melanjutkan pemantauan secara berkesinambungan
i.        Melakukan perbaikan infrakstruktur yang rusak


C.     
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Gunungapi diklasifikasikan berdasarkan dua sumber erupsi yaitu erupsi pusat dan erupsi samping. Erupsi pusat adalah erupsi yang keluar melalui kawah utama dan erupsi samping, erupsi yang keluar dari lereng tubuhnya. Erupsi samping dapat dibedakan sebagai erupsi celah dan esrupsi eksentrik. Erupsi samping adalah erupsi yang muncul pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa kilometer. Erupsi eksentrik adalah erupsi samping tetapi magma yang keluar bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari dapur magma melalui kepundan tersendiri (Phsycologymania, 2013).
            Adanya erupsi Gunung Merapi menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung bagi lingkungan sekitar. Adapun dampak langsung akibat erupsi Gunung Merapi antara lain perubahan lahan yang sangat signifikan, terutama terkait dengan perubahan tata guna lahan dan juga membawa dampak terhadap lahan yang terkena erupsi. Akibat erupsi Gunung Merapi ratusan hektar lahan pertanian hancur dan ribuan ternak mati. Kerusakan pada bidang peternakan dan pertanian ini diiringi dengan menurunnya jumlah produksi komoditas unggulan, yakni susu, sehingga mengindikasikan bahwa banyak peternak kehilangan mata pencaharian. Ditambah dengan penutupan lapisan olah bagian atas tanah oleh abu dan rusaknya tanaman yang tumbuh diatasnya. Abu vulkanik juga dapat mengakibatkan terkontaminasinya air bersih, tersumbatnya saluran air, serta rusaknya fasilitas air bersih. Konsentrasi dan ketebalan abu yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada beberapa tanaman. Demikian juga pasokan air untuk pertanian menjadi tercemar, sehingga risiko gagal panen menjadi semakin besar. Erupsi gunung biasanya diikuti dengan peningkatan kondensasi di atmosfer sehingga memicu terjadinya hujan dengan intensitas cukup tinggi. Hujan dengan intensitas tinggi bisa menggelontorkan material vulkanik yang  masih tersisa di puncak gunung dan berpotensi menimbulkan banjir ataupun longsor.
Sedangkan dampak tidak langsung adanya erupsi Gunung Merapi adalah hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat, gangguan kesehatan yang berkepanjangan, dan masalah transportasi. Namun,  disamping itu adanya erupsi Gunung Merapi juga membawa berkah bagi lingkungan, yaitu tanah sekitar menjadi subur, dan material pasir Gunung Merapi dapat dimanfaatkan masyarakat untuk bahan bangunan.
Peristiwa erupsi Gunung Merapi juga perlu penanganan pasca erupsi, hal yang dapat dilakukan antara lain : Melakukan evakuasi terhadap masyarakat yang terkena erupsi Gunung Merapi, menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan; mengidentifikasi daerah yang terancam bencana; memberikan saran penanggulangan bencana; memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang; melakukan perbaikan infrakstruktur yang rusak, dll.

B.     Saran
Peran pemerintah dalam mengenali tanda-tanda bencana perlu diperkuat agar dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat dalam evakuasi. BNPB dan BPBD selaku lembaga yang berfungsi dalam perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi serta pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana diharapkan dapat bertindak secara cepat, tepat, efektif dan efisien dalam meminimalisir bencana. Koordinasi dengan lembaga terkait terutama Dinas Kesehatan sangat diperlukan untuk mengurangi dampak kesehatan yang dialami masyarakat. Demikian juga, koordinasi dengan lembaga lainnya seperti Badan Lingkungan Hidup, Palang Merah Indonesia serta LSM diperlukan untuk penanganan dampak yang lebih lanjut.



DAFTAR PUSTAKA
Barasa, R. F., Rauf, A., & Sembiring, M. (2013). DAMPAK DEBU VULKANIK LETUSAN GUNUNG SINABUNG TERHADAP KADAR Cu, Pb, DAN B TANAH DI KABUPATEN KARO. Jurnal Online Agroteknologi, 1(4), 1288–1297. Retrieved from jurnal.usu.ac.id/index.php/agroekoteknologi/article/view/4422
Phsycologymania. (2013). Gunung Berapi. Jakarta: E-Journal. Retrieved from http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-gunung-berapi.html
Rahayu, Ariyanto, D. P., Komariah, Hartati, S., Syamsiyah, J., & Dewi, W. S. (2014). Dampak Erupsi Gunung Merapi Terhadap Lahan Dan Upaya-Upaya Pemulihannya (Effects of Merapi Mountain Eruption on Arable Land and the Efforts of Rehabilitation). Caraka Tani -Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, XXIX(1), 61–72. Retrieved from DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP LAHAN DAN UPAYA-UPAYA PEMULIHANNYA (Effects of Merapi Mountain Eruption on Arable Land and the Efforts of Rehabilitation)
Subiantoro, A. W., & Handziko, R. C. (2011). ERUPSI MERAPI DAN POTENSI PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI BERBASIS REPRESENTASI (pp. 978–979). Surakarta. Retrieved from staff.uny.ac.id/.../Erupsi Merapi & Representasi_UNS_2011..
Suryani, A. S. (2014, February). Dampak negatif abu vulkanik terhadap lingkungan dan kesehatan. P3DI Setjen DPR RI, VI(04), 9–12. Retrieved from berkas.dpr.go.id/.../Info Singkat-VI-4-II-P3DI-Februari-2014-67.pdf
Wahyunto, & Waskito. (2013). Lintasan Sejarah Erupsi Gunung Merapi. Bogor. Retrieved from www.litbang.pertanian.go.id/buku/Erupsi-Gunung-Merapi/Bab-I/1.2.pdf
Wijayanti, P. M., Suryaningsih, B. E., & Tiniko. (2010). Analisis Situasi Kesehatan Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi (pp. 2–12). Yogyakarta. Retrieved from dppm.uii.ac.id/.../merapi/PL_PUNIK_MUMPUNI_WIJAYANTI.pdf
Wimbardana, R., Wijayanti, A. R., Pratama, A. A., & Sagala, S. (2014). Integrasi Rehabilitasi Sosio-Ekonomi Penduduk Setelah Gunung Merapi Tahun 2010 terhadap Perencanaan Pemulihanorking Paper Series (No. 7) (pp. 1–20). Bandung. Retrieved from ww.preventionweb.net/.../39757_39757wp7wimbardanaetalintegrasire