DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP
LINGKUNGAN
SERTA PENANGANAN PASCA ERUPSI
(TEMA : BENCANA)
Disusun
Guna Memenuhi Mata Kuliah Teknik Komunikasi (TKP 260)
Dosen
Pengampu : Ir. Nurini, M.T.
Disusun
Oleh :
Intan Hapsari Surya Putri
21040114130080
Kelas B / 2014
JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN
WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 2
A. Latar
Belakang ......................................................................................... 2
B. Rumusan
Masalah..................................................................................... 3
C. Tujuan
....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 4
A. Dampak
Erupsi Gunung Merapi................................................................ 4
B. Penanganan
Pasca Erupsi Gunung Merapi................................................ 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 8
A. Kesimpulan
............................................................................................... 8
B. Saran.......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
adalah salah satu negara yang berada pada jalur Ring of Fire, yaitu daerah yang sering mengalami gempa bumi
dan letusan gunung berapi yang mengelilingi
cekungan Samudra Pasifik (Wikipedia, 2012)
sehingga Indonesia memiliki banyak gunung api yang tersebar sepanjang pulau
Sumatera sampai Sulawesi. Posisi Indonesia yang berada pada Lingkaran Cincin
Api Pasifik ini menyebabkan Indonesia sering mengalami peristiwa gempa bumi dan
gunung meletus (erupsi).
Selama kurun waktu tahun 1970-2010
tercatat telah terjadi 5 peristiwa gunung meletus yang tergolong besar, antara
lain letusan Gunung Merapi tahun 2010, letusan Gunung Kelut tahun 1990, letusan
Gunung Colo tahun 1983, letusan Gunung Galunggung tahun 1982, dan letusan
Gunung Merapi pada tahun 1972. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui
Gunung Merapi telah mengalami dua kali erupsi besar selama kurun waktu 40 tahun
terakhir. Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi
yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena
aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah
Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian
tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena
aktivitas vulkanik tinggi. Pada tahun
2010 Gunung Merapi telah mengalami dua kali erupsi yaitu pada tanggal 26 Oktober
2010 dan 5 November 2010. Akibat erupsi tersebut, Kawasan Rawan Bencana Gunung
Merapi mengalami kerusakan parah, tercatat dampak bencana erupsi Gunung Merapi
tersebut telah menimbulkan total kerusakan dan kerugian sebesar Rp 3,557
triliun.
Bencana alam dapat memberikan dampak dalam penurunan
ekonomi lokal serta hilangnya mata pencaharian masyarakat. Aset natural,
finansial, fisik, manusia, dan sosial dapat terdampak sehingga pasar menjadi
kacau dan efek dari semua itu adalah terganggunya kondisi sosial serta ekonomi
wilayah yang mengalami bencana (FAO & ILO, 2009). Erupsi Gunung Merapi ini
tentunya dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar dan lingkungan. Pasca
peristiwa terjadinya bahaya yang memicu bencana, terdapat kelompok masyarakat
yang selamat dan bertahan hidup. Namun, mereka harus merasakan dampak tidak
hanya pada segi fisik, tetapi mereka juga dapat menghadapi adanya potensi
dampak sosial, seperti stagnasi pertumbuhan ekonomi, melemahnya hubungan
sosial, meningkatnya angka kemiskinan, hilangnya mata pencaharian dan lainnya (Wimbardana, Wijayanti, Pratama, & Sagala, 2014).
Fokus dari penulisan ini adalah
untuk mengetahui dampak langsung maupun tidak langsung dari adanya peristiwa
erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan disekitarnya beserta penanganan pasca
erupsi.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan,
maka dapat ditentukan rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana
dampak erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar ?
2. Bagaimana
penanganan pascar erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar ?
C.
Tujuan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui dampak erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar
2. Untuk
mengetahui penanganan pasca erupsi Gunung Merapi bagi lingkungan sekitar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dampak Erupsi Gunung Merapi
Gunungapi
diklasifikasikan berdasarkan dua sumber erupsi yaitu erupsi pusat dan erupsi
samping. Erupsi pusat adalah erupsi yang keluar melalui kawah utama dan erupsi
samping, erupsi yang keluar dari lereng tubuhnya. Erupsi samping dapat
dibedakan sebagai erupsi celah dan esrupsi eksentrik. Erupsi samping adalah
erupsi yang muncul pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa
kilometer. Erupsi eksentrik adalah erupsi samping tetapi magma yang keluar
bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari
dapur magma melalui kepundan tersendiri (Phsycologymania,
2013).
Erupsi Gunung
Merapi telah membawa dampak perubahan lahan yang sangat signifikan, terutama
terkait dengan perubahan tata guna lahan dan juga membawa dampak terhadap lahan
yang terkena erupsi. Akibat erupsi Gunung Merapi ratusan hektar
lahan pertanian hancur dan ribuan ternak mati. Kerusakan pada bidang peternakan
dan pertanian ini diiringi dengan menurunnya jumlah produksi komoditas
unggulan, yakni susu, sehingga mengindikasikan bahwa banyak peternak kehilangan
mata pencaharian. Sekitar 367 orang tewas, 400.000 orang dievakuasi, dan 2.300
unit rumah hancur. Material vulkanik juga menghancurkan infrastruktur, seperti
sabo dam, jembatan, jalan, dan lainnya. Total kerusakan dan kerugian bencana
erupsi Gunung Merapi diperkirakan sekitar Rp 3,5 triliun (Bappenas and BNPB,
2011).
Kerusakan sumberdaya lahan yang terjadi akibat letusan
Gunung Merapi adalah erupsi abu dan pasir yang menutupi lahan pertanian dengan
ketebalan abu dan pasir yang bervariasi untuk setiap lokasi tergantung jarak
dari pusat letusan dan arah dan kecepatan angin. Dampak yang langsung terhadap
lahan adalah penutupan lapisan olah bagian atas tanah oleh abu dan rusaknya
tanaman yang tumbuh diatasnya.
Abu vulkanik yang baru keluar dari gunung berapi
berdampak negatif bagi lingkungan. Abu vulkanik yang membentuk awan panas, baik
karena temperaturnya maupun kandungannya, dapat berefek mematikan dan bersifat
toksik, baik bagi yang menyebabkan rusaknya berbagai jenis infrastruktur dan
utilitas, tidak hanya yang mengandung logam, seperti jembatan, perumahan dan
permukiman, tetapi juga berbagai bangunan peninggalan sejarah seperti
candi-candi yang banyak tersebar di wilayah Jateng-Jatim. Abu vulkanik juga
dapat mengakibatkan terkontaminasinya air bersih, tersumbatnya saluran air,
serta rusaknya fasilitas air bersih. Sumber air dan pasokan air terbuka
lainnya, seperti sungai, danau, atau tangki air, pun sangat rentan terhadap
hujan abu. Abu yang bersifat asam, yang bersenyawa dengan hujan dan menjadi
hujan asam, dapat membakar jaringan tanaman. Konsentrasi dan ketebalan abu yang
tinggi dapat menyebabkan kematian pada beberapa tanaman. Demikian juga pasokan
air untuk pertanian menjadi tercemar, sehingga risiko gagal panen menjadi
semakin besar. Erupsi gunung biasanya diikuti dengan peningkatan kondensasi di
atmosfer sehingga memicu terjadinya hujan dengan intensitas cukup tinggi. Hujan
dengan intensitas tinggi bisa menggelontorkan material vulkanik yang masih tersisa di puncak gunung dan berpotensi
menimbulkan banjir ataupun longsor.
Adapun dampak tidak langsung dari adanya
peristiwa adalah masyarakat kehilangan
mata pencaharian. Sebelum bencana, masyarakat peternak memiliki kandang ternak
di setiap rumahnya, namun kehancuran rumah membuat masyarakat harus mengungsi.
Di tempat pengungsian, kondisi kandang komunal yang disediakan oleh pemerintah
sangat tidak mendukung. Luas kandang begitu sempit dan air sulit dicari untuk
memelihara ternak. Belum lagi sumber pakan ternak juga sulit didapatkan akibat
tidak adanya rumput yang tumbuh beberapa saat pascabencana. Dengan demikian
ternak yang masih hidup dijual. Hal ini lah yang membuat peternak kehilangan
mata pencaharian meski ternaknya tidak menjadi korban dalam erupsi Merapi 2010 (Wijayanti, 2010).
Tidak hanya masyarakat yang kehilangan mata
pencaharian, erupsi Gunung Merapi juga menyebabkan gangguan kesehatan. Beberapa
komposisi kimia yang dihasilkan erupsi tersebut, seperti karbon dioksida (CO2),
sulfur oksida (SO2), hidrogen dan helium (He), yang pada konsentrasi tertentu
menyebabkan sakit kepala, pusing, diare, bronchitis radang saluran nafas), bronchopneumonia
(radang jaringan paru), iritasi selaput lendir saluran pernafasan, iritasi kulit,
serta mempengaruhi gigi dan tulang. Gangguan kesehatan ini bisa akibat paparan akut
jangka pendek atau dalam beberapa hari dan jangka panjang dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Gejala pernapasan akut yang sering dilaporkan oleh
masyarakat setelah gunung mengeluarkan abu adalah iritasi selaput lendir dengan
keluhan bersin, pilek dan beringus,
iritasi dan sakit tenggorokan (kadang disertai batuk kering), batuk
dahak, mengi, sesak napas, dan iritasi pada jalur pernapasan. Gangguan ini akan
lebih berat bila terkena pada orang atau anak yang sebelumnya mempunyai riwayat
alergi saluran napas dan vulkanik yang terhirup dapat merangsang peradangan di
paru-paru serta luka di saluran napas. Luka ini seperti codet di kulit yang
akan menyebabkan luka permanen pada alveolus (paru-paru bawah) yang dalam
jangka panjang bisa menyebabkan kanker. Kulit tubuh juga bisa terkena dampak
abu berupa gatal-gatal, iritasi, dan infeksi, terutama ketika abu vulkanik
tersebut bersifat asam. Kondisi ini bisa juga diakibatkan oleh perubahan
kualitas air yang sudah tercemar abu vulkanik. Gangguan kesehatan berupa
infeksi pernapasan, gangguan penglihatan, dan diare menjadi penyakit yang
paling banyak dikeluhkan oleh para pengungsi (Suryani, 2014).
Dampak tidak langsung lainnya dari erupsi Gunung
Merapi adalah pada sektor transportasi. Jarak pandang berkurang akibat abu vulkanik
dan berpotensi menyebabkan kecelakaan, baik pada transportasi udara, darat,
maupun laut. manusia, tumbuhan, dan hewan. Komposisi kimia dari abu vulkanik
yang bersifat asam dapat mencemari air tanah, merusak tumbuh-tumbuhan, dan
apabila bersenyawa dengan air hujan dapat menyebabkan hujan asam yang bersifat
korosif.
Disamping dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya
erupsi Gunung Merapi, juga ada dampak positif yaitu
pasir dan abu vulkanik yang mengadung silika dan besi merupakan pasir
kualitas terbaik dapat dijadikan campuran bahan bangunan berupa bahan beton dan
bata ringan. Demikian juga kandungan kimia dari abu vulkanik juga berguna untuk
memperkaya unsur hara tanah sehingga dapat dijadikan pupuk. Manfaat lainnya
adalah sebagai penjernih air. Pola silika pada abu vulkanik yang berujung
runcing membuat kemampuan pasir menyerap partikel yang tidak diinginkan jauh
lebih baik ketimbang pasir biasa.
B. Penanganan Pasca Erupsi Gunung Merapi
Mengingat erupsi Gunung Merapi yang menimbulkan dampak
yang cukup signifikan bagi lingkungan sekitar, maka perlu dilakukan penangangan
pasca erupsi (Rahayu et al., 2014). Hal ini dilakukan dengan tujuan meminimalisir
adanya kerusakan lanjut akibat adanya erupsi Gunung Merapi, antara lain dapat
dilakukan dengan cara :
a. Melakukan
evakuasi terhadap masyarakat yang terkena erupsi Gunung Merapi
b. Menginventarisir
data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan
c. Mengidentifikasi
daerah yang terancam bencana
d. Memberikan
saran penanggulangan bencana
e. Memberikan
penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang
f. Memperbaiki
fasilitas yang rusak
g. Menurunkan
status kegiatan, bila keadaan sudah menurun
h. Melanjutkan
pemantauan secara berkesinambungan
i.
Melakukan perbaikan infrakstruktur yang rusak
C.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gunungapi
diklasifikasikan berdasarkan dua sumber erupsi yaitu erupsi pusat dan erupsi
samping. Erupsi pusat adalah erupsi yang keluar melalui kawah utama dan erupsi
samping, erupsi yang keluar dari lereng tubuhnya. Erupsi samping dapat
dibedakan sebagai erupsi celah dan esrupsi eksentrik. Erupsi samping adalah
erupsi yang muncul pada retakan/sesar dapat memanjang sampai beberapa
kilometer. Erupsi eksentrik adalah erupsi samping tetapi magma yang keluar
bukan dari kepundan pusat yang menyimpang ke samping melainkan langsung dari
dapur magma melalui kepundan tersendiri (Phsycologymania,
2013).
Adanya erupsi Gunung Merapi menimbulkan dampak langsung
maupun tidak langsung bagi lingkungan sekitar. Adapun dampak langsung akibat
erupsi Gunung Merapi antara lain perubahan lahan yang sangat signifikan,
terutama terkait dengan perubahan tata guna lahan dan juga membawa dampak
terhadap lahan yang terkena erupsi. Akibat erupsi Gunung
Merapi ratusan hektar lahan pertanian hancur dan ribuan ternak mati. Kerusakan
pada bidang peternakan dan pertanian ini diiringi dengan menurunnya jumlah
produksi komoditas unggulan, yakni susu, sehingga mengindikasikan bahwa banyak
peternak kehilangan mata pencaharian. Ditambah dengan penutupan lapisan olah
bagian atas tanah oleh abu dan rusaknya tanaman yang tumbuh diatasnya. Abu
vulkanik juga dapat mengakibatkan terkontaminasinya air bersih, tersumbatnya
saluran air, serta rusaknya fasilitas air bersih. Konsentrasi dan ketebalan abu
yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada beberapa tanaman. Demikian juga
pasokan air untuk pertanian menjadi tercemar, sehingga risiko gagal panen
menjadi semakin besar. Erupsi gunung biasanya diikuti dengan peningkatan
kondensasi di atmosfer sehingga memicu terjadinya hujan dengan intensitas cukup
tinggi. Hujan dengan intensitas tinggi bisa menggelontorkan material vulkanik
yang masih tersisa di puncak gunung dan
berpotensi menimbulkan banjir ataupun longsor.
Sedangkan
dampak tidak langsung adanya erupsi Gunung Merapi adalah hilangnya mata
pencaharian masyarakat setempat, gangguan kesehatan yang berkepanjangan, dan
masalah transportasi. Namun, disamping
itu adanya erupsi Gunung Merapi juga membawa berkah bagi lingkungan, yaitu
tanah sekitar menjadi subur, dan material pasir Gunung Merapi dapat
dimanfaatkan masyarakat untuk bahan bangunan.
Peristiwa
erupsi Gunung Merapi juga perlu penanganan pasca erupsi, hal yang dapat
dilakukan antara lain : Melakukan evakuasi terhadap masyarakat
yang terkena erupsi Gunung Merapi, menginventarisir data, mencakup
sebaran dan volume hasil letusan; mengidentifikasi daerah yang terancam
bencana; memberikan saran penanggulangan bencana; memberikan penataan kawasan
jangka pendek dan jangka panjang; melakukan perbaikan infrakstruktur yang
rusak, dll.
B. Saran
Peran pemerintah dalam mengenali tanda-tanda bencana perlu diperkuat agar
dapat memberikan pengarahan kepada masyarakat dalam evakuasi. BNPB dan BPBD
selaku lembaga yang berfungsi dalam perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi serta pengkoordinasian
pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana diharapkan dapat bertindak secara
cepat, tepat, efektif dan efisien dalam meminimalisir bencana. Koordinasi
dengan lembaga terkait terutama Dinas Kesehatan sangat diperlukan untuk
mengurangi dampak kesehatan yang dialami masyarakat. Demikian juga, koordinasi
dengan lembaga lainnya seperti Badan Lingkungan Hidup, Palang Merah Indonesia
serta LSM diperlukan untuk penanganan dampak yang lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Barasa,
R. F., Rauf, A., & Sembiring, M. (2013). DAMPAK DEBU VULKANIK LETUSAN
GUNUNG SINABUNG TERHADAP KADAR Cu, Pb, DAN B TANAH DI KABUPATEN KARO. Jurnal
Online Agroteknologi, 1(4), 1288–1297. Retrieved from
jurnal.usu.ac.id/index.php/agroekoteknologi/article/view/4422
Phsycologymania.
(2013). Gunung Berapi. Jakarta: E-Journal. Retrieved from
http://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-gunung-berapi.html
Rahayu,
Ariyanto, D. P., Komariah, Hartati, S., Syamsiyah, J., & Dewi, W. S.
(2014). Dampak Erupsi Gunung Merapi Terhadap Lahan Dan Upaya-Upaya Pemulihannya
(Effects of Merapi Mountain Eruption on
Arable Land and the Efforts of Rehabilitation). Caraka Tani -Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian, XXIX(1), 61–72. Retrieved from DAMPAK ERUPSI
GUNUNG MERAPI TERHADAP LAHAN DAN UPAYA-UPAYA PEMULIHANNYA (Effects of Merapi
Mountain Eruption on Arable Land and the Efforts of Rehabilitation)
Subiantoro,
A. W., & Handziko, R. C. (2011). ERUPSI MERAPI DAN POTENSI PENGEMBANGAN
BAHAN AJAR BIOLOGI BERBASIS REPRESENTASI (pp. 978–979). Surakarta.
Retrieved from staff.uny.ac.id/.../Erupsi Merapi & Representasi_UNS_2011..
Suryani,
A. S. (2014, February). Dampak negatif abu vulkanik terhadap lingkungan dan
kesehatan. P3DI Setjen DPR RI, VI(04), 9–12. Retrieved from
berkas.dpr.go.id/.../Info Singkat-VI-4-II-P3DI-Februari-2014-67.pdf
Wahyunto,
& Waskito. (2013). Lintasan Sejarah Erupsi Gunung Merapi. Bogor.
Retrieved from
www.litbang.pertanian.go.id/buku/Erupsi-Gunung-Merapi/Bab-I/1.2.pdf
Wijayanti,
P. M., Suryaningsih, B. E., & Tiniko. (2010). Analisis Situasi Kesehatan
Pasca Bencana Erupsi Gunung Merapi (pp. 2–12). Yogyakarta. Retrieved from
dppm.uii.ac.id/.../merapi/PL_PUNIK_MUMPUNI_WIJAYANTI.pdf
Wimbardana,
R., Wijayanti, A. R., Pratama, A. A., & Sagala, S. (2014). Integrasi
Rehabilitasi Sosio-Ekonomi Penduduk Setelah Gunung Merapi Tahun 2010 terhadap
Perencanaan Pemulihanorking Paper Series (No. 7) (pp. 1–20). Bandung.
Retrieved from ww.preventionweb.net/.../39757_39757wp7wimbardanaetalintegrasire